
Tidur Adalah Kematian Kecil
SMAN 1 Sape__Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan dengan judul “Mimpi adalah Kematian Kecil”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad Ṣallallāhu ‘Alaihi Wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Tulisan sederhana ini berupaya menguraikan hakikat tidur dan mimpi dalam perspektif Islam, di mana Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan bahwa tidur merupakan salah satu bentuk wafat kecil (al-maut al-ṣhagir), dan mimpi adalah bagian dari fenomena ruh yang menunjukkan kelemahan manusia serta kekuasaan Allah atas makhluk-Nya. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan kita semakin menyadari bahwa setiap helaan nafas adalah karunia, dan setiap tidur menjadi pengingat akan kematian yang hakiki.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat, menambah wawasan, serta menumbuhkan rasa syukur dan kesadaran akan hakikat kehidupan bagi siapa saja yang membacanya.
Dalam perspektif ulama tasawuf, tidur sering diibaratkan sebagai "kematian kecil". Konsep ini bukan hanya tentang proses biologis tubuh yang beristirahat, tetapi juga tentang perjalanan spiritual yang dialami oleh jiwa. Ketika kita tidur, kita seolah-olah mengalami "kematian" sementara dari kehidupan duniawi, di mana kesadaran kita tentang dunia luar terputus, dan kita memasuki alam yang lebih dekat dengan alam ruhani.
Apa itu Kematian Kecil ?
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman :
اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَاۚ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰى اِلٰى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْن
Artinya : "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan." (QS. Az-Zumar: 42).
Ayat di atas menunjukkan bahwa tidur adalah proses yang mirip dengan kematian, di mana jiwa sementara "dicabut" dari tubuh, meskipun tidak sepenuhnya seperti kematian yang sebenarnya.
Bagaimanakah pandangan ulama tasawuf tentang hal ini ?. Ulama tasawuf seperti Imam Al-Ghazali dan lainnya membahas tentang tidur sebagai sarana untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam tidur, seseorang mengalami pengalaman yang membuat mereka sadar akan kelemahan dan ketidakberdayaan mereka di hadapan Allah SWT. Ini menjadi kesempatan untuk refleksi spiritual dan pembersihan hati dari berbagai kesibukan duniawi.
Sedangkan refleksi spiritual dalam tidur bukan hanya sekedar istirahat fisik, tetapi juga saat di mana jiwa dapat mengalami perjalanan spiritual. Dalam keadaan tidur, seseorang mungkin mengalami mimpi yang membawa pesan atau peringatan. Mimpi juga bisa menjadi sarana untuk mendapatkan inspirasi atau pemahaman spiritual yang lebih dalam.
Bagi seorang sufi, tidur adalah kesempatan untuk "menghidupkan" kematian kecil ini dengan meningkatkan kesadaran spiritual. Sebelum tidur, seorang sufi mungkin akan melakukan amalan-amalan tertentu seperti berdzikir, membaca Al-Qur'an, atau bermunajat kepada Allah SWT. Dengan cara ini, tidur tidak hanya menjadi waktu istirahat, tetapi juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kebanyakan di antara kita memakai pendekatan sintesis atau seimbang. Banyak orang beriman memadukan keduanya: secara lahiriah otak dan tubuh beristirahat (penjelasan sains), sementara secara batin/rohani ruh mengalami kondisi sementara yang hanya diketahui secara penuh oleh Allah (penafsiran agama). Oleh karena itu para ulama menganjurkan adab sebelum tidur (wudhu, doa, dzikir, membaca ayat-ayat seperti ayat kursi, doa tidur) — ini bukan hanya tradisi, tetapi dianggap sebagai upaya menjaga jiwa ketika “rentan” saat tidur. Dan dengan wudhu, doa, dzikir, membaca ayat-ayat kursi, doa tidur merupakan proses pembersihan diri sebelum menghadap Allah SWT Tuhan Yang Maha Bersih.
Adapun kesimpulannya adalah : Tidur adalah kematian kecil yang membawa kita lebih dekat kepada realitas spiritual kita. Dalam perspektif ulama tasawuf, tidur bukan hanya sekedar kebutuhan biologis, tetapi juga perjalanan spiritual yang dapat mendekatkan kita kepada Allah SWT. Dengan memahami dan menghidupkan tidur sebagai kematian kecil, kita dapat meningkatkan kesadaran spiritual kita dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Semoga kita dapat menjadikan tidur kita sebagai sarana untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amin.
**Daftar Pustaka** :
- Al-Qur’an al-Karim – Sebagai sumber utama, terutama ayat-ayat tentang tidur dan kematian kecil, misalnya QS. Az-Zumar [39]: 42.
- Ṣaḥiḥ al-Bukhari dan Ṣaḥiḥ Muslim. – Kitab hadits induk yang memuat penjelasan tentang mimpi, tidur, dan ruh.
- Tafsīr al-Ṭabari (Jami‘ al-Bayān fī Ta’wil al-Qur’an) – Tafsir klasik yang menjelaskan makna ayat-ayat tentang ruh, tidur, dan wafat kecil.
- Tafsir Ibn Katsir (Tafsir al-Qur’an al-‘Aẓhim) – Tafsir populer yang menyinggung penjelasan QS. Az-Zumar: 42 tentang wafat kecil (tidur).
- Iḥyā’ ‘Ulum al-Din – Imām al-Ghazali – Membahas dimensi ruhani manusia, hakikat tidur, dan mimpi dalam perspektif tasawuf.
- Kitab al-Ruḥ– Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah – Kitab khusus membahas ruh, tidur, mimpi, dan hubungannya dengan kematian.
- Miftaḥ Dar al-Sa‘adah– Ibn al-Qayyim – Membahas tanda-tanda kebesaran Allah pada makhluk, termasuk fenomena tidur dan mimpi.
- Al-Minhaj bi Sharḥ Ṣaḥiḥ Muslim ibn al-Ḥajjāj– Imām al-Nawawī– Syarah hadits Muslim, termasuk bab mimpi dan hakikat tidur.
**-------------------**
Penulis adalah salah seorang Wakil kepala sekolah di SMAN 1 Sape, Ketua Umum Lembaga Dakwah Nurul Siraj Kecamatan Sape dan seorang Muballigh Kecamatan Sape